BERITANANGGROE.com | Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menetapkan Draf Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang mengatur tentang Pemerintah Aceh atau Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA). Penetapan ini berlangsung di rapat paripurna DPRA pada Rabu (21/5/2025).
“Revisi ini mengatur terkait kewenangan dan fisikal Aceh,” kata Ketua DPR Aceh, Zulfahdli.
Zulfadhli mengatakan perubahan atas UU tersebut merupakan masukan dari sejumlah tokoh dan partai politik lokal. Revisi ini juga merupakan penyesuaian pasal dengan keadaan Aceh masa sekarang.
Sementara Ketua Tim Revisi UUPA, Anwar Ramli menyampaikan, terdapat delapan pasal yang direvisi dalam draf UUPA dan menambahkan satu pasal baru dalam revisi tersebut.
Perubahan ini telah dibahas bersama Wali Nanggroe, Gubernur Aceh, Tim Revisi UUPA serta sejumlah tokoh masyarakat di Aceh.
Adapun sembilan pasal yang direvisi meliputi Pasal 7 tentang kewenangan Aceh, yang menegaskan agar kewenangan pusat tidak paradoks dan dapat menimbulkan perbedaan penafsiran dalam praktik pelaksanaannya.
Berikutnya Pasal 11 tentang penetapan NSPK cukup diatur dalam Qanun Aceh. Pada perubahan ini ditegaskan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) agar tidak menghalangi kewenangan Aceh. Kemudian Pasal 235 tentang Evaluasi Qanun APBA dan Fasilitasi Qanun Aceh lainnya. Di pasal ini juga diwajibkan adanya penegasan kedudukan Qanun Aceh sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dan Pasal 270 yaitu makna dan kedudukan peraturan perundangan, Qanun, NSPK dan peraturan pemerintah dalam penafsiran kewenangan Aceh.
Selanjutnya pada Pasal 183 terkait dengan pendapatan/fiskal Aceh, yaitu tentang dana otonomi khusus (Otsus), Pasal 192 tentang regulasi lanjutan soal kedudukan zakat dalam UUPA dan Pasal 251A, merupakan pasal tambahan yang mengatur tentang pajak dan pendapatan lain nonpajak yang diperlukan guna penyelenggaraan kekhususan Aceh.
Revisi kali ini, meliputi kewenangan dan pendapatan/fiskal, yang diatur dalam Pasal 160 meliputi kewenangan minyak dan gas bumi serta sumber daya alam lain termasuk karbon serta pengaturan tentang aset. Kemudian Pasal 165 terkait kewenangan Aceh dalam bidang perdagangan, pariwisata dan investasi yang akan dikerjasamakan dengan Pemerintah Pusat.
Anwar juga menyebutkan, pembahasan rancangan perubahan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh di DPR RI perlu mendapat pengawalan bersama agar lebih komprehensif dan sempurna dari sebelumnya.
“Pengawalan ini menjadi kewajiban moral kita bersama karena terkait dengan perubahan UUPA haruslah dilibatkan para pemangku kepentingan yang ada di Aceh. Hal ini secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 269 ayat (3) UUPA yang menyebutkan bahwa dalam hal adanya rencana perubahan undang-undang ini dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapatkan pertimbangan DPRA,” kata Anwar.(**)