BERITANANGGROE.com | Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh mengeksekusi mantan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, Rachmat Fitri, ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh, Lambaro, Jumat (8/8/2025).
Rachmat Fitri diputus di tahan penjara setelah dia terbukti dan dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi pengadaan wastafel.
Pelaksanaan eksekusi merujuk pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7052 K/Pid.Sus/2025 tertanggal 2 Juli 2025, yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Banda Aceh, Muhammad Kadafi, mengungkapkan bahwa terpidana dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi terkait penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
“Majelis hakim menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp100 juta. Apabila tidak dibayar, diganti dengan kurungan dua bulan,” ujar Kadafi.
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan terpidana maupun Jaksa Penuntut Umum. Dengan demikian, putusan tersebut memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh Nomor 48/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal 6 Januari 2025, yang kemudian diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Banda Aceh melalui putusan Nomor 1/Pid.Sus/Tipikor/2025/PT BNA tanggal 6 Maret 2025.
Eksekusi ini merupakan wujud keseriusan kejaksaan dalam penegakan hukum
Terpidana memenuhi panggilan jaksa dan datang ke Kantor Kejari Banda Aceh. Sebelum dipindahkan ke lapas, dia menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim medis Klinik Pratama Kejati Aceh dan dinyatakan sehat.
Setelah proses administratif selesai, tim jaksa yang dipimpin Putra Masduri menyerahkan terpidana ke Lapas Kelas IIA Banda Aceh.
“Eksekusi ini merupakan wujud keseriusan kejaksaan dalam penegakan hukum yang tegas dan profesional, serta sebagai upaya memberi efek jera terhadap pelaku korupsi,” kata Kadafi.
Untuk diketahui, kasus ini bermula pada 2020, ketika Dinas Pendidikan Aceh menganggarkan dana refocusing Covid-19 sebesar Rp43,7 miliar untuk pengadaan wastafel dan sarana sanitasi di SMA, SMK, dan SLB se-Aceh.
“Namun faktanya, fasilitas yang dibeli tak dapat dimanfaatkan dan ditemukan adanya pengurangan volume dalam pelaksanaannya,” demikian ungkap Muhammad Kadafi, Kepala Seksi Intelijen Kejari Banda Aceh.(**)