BERITANANGGROE.com | M.Salim petani kopi asal Desa Simpang Kelaping, Kecamatan Pengasing, Kabupaten Aceh Tengah, bersama istrinya, Juminiati, tengah berjuang mendapatkan keadilan atas kasus penganiayaan yang menimpa anak mereka di sebuah pesantren di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kasus penganiayaan terhadap anak mereka terjadi pada 12 November 2024 oleh santri lain di pesantren tersebut. Meski sudah dilaporkan ke Kepolisian Sektor setempat, keluarga korban mengaku tidak pernah mendapat informasi perkembangan kasus. Bahkan, korban yang mengalami luka akibat penganiayaan tidak mendapatkan penanganan medis yang memadai.
Empat hari setelah kejadian, anak korban melarikan diri bersama tiga santri lainnya karena merasa terancam. Setelah mendapat kabar tersebut, M. Salim dan istrinya yang sebelumnya tinggal di Aceh menyusul anaknya ke Depok dengan membawa dua anak kecil mereka. Mereka menilai pihak pesantren tidak bertanggung jawab dan sempat mendapat ancaman agar tidak melaporkan kejadian tersebut.
Keluarga korban kemudian melaporkan kasus ini ke berbagai instansi, termasuk Sekretariat Lapor Mas Wapres dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun, proses hukum di Polres Bogor berjalan lambat dan kurang transparan. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) baru diterima keluarga setelah berbulan-bulan menunggu dan melakukan upaya proaktif.
Pada pertengahan 2025, keluarga terus menagih perkembangan kasus, namun hingga Agustus 2025, pelaku penganiayaan belum juga ditahan. Keluarga bahkan kehilangan kepercayaan terhadap proses hukum yang berjalan.
Selain itu, keluarga juga menghadapi masalah dengan sebuah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang semula didatangi untuk pendampingan hukum. Menurut M. Salim dan istrinya, LBH tersebut tidak memberikan dukungan yang memadai, bahkan mengancam dan menuntut mereka sebesar Rp 500 juta karena mencabut surat kuasa. LBH itu juga diketahui menjadi kuasa hukum pesantren dan tersangka pelaku penganiayaan.
Saat ini, keluarga korban tinggal di tempat yang dirahasiakan di wilayah Jawa Barat karena merasa terancam, sementara dokumen identitas mereka ditahan oleh LBH tersebut.
Menanggapi pengaduan ini, H. Sudirman Haji Uma, anggota Komite I DPD RI asal Aceh, menyatakan keprihatinannya dan berkomitmen membantu keluarga korban untuk mendapatkan keadilan. Ia berjanji akan mengirim surat resmi kepada Kapolres Bogor dan Kapolda Jawa Barat agar kasus ini mendapat perhatian khusus dan diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Kami berkomitmen mengawal dan memastikan proses hukum berjalan adil bagi korban,” kata Haji Uma, Rabu (20/8/2025).
Haji Uma juga mengajak masyarakat Aceh, khususnya komunitas Gayo di Jakarta, untuk turut memberikan dukungan kepada keluarga M. Salim dalam perjuangan mereka.(*)