BeritaNanggroe | Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN Aceh, Safrina Salim, menyebutkan stunting masih menjadi masalah besar di Aceh, dengan sekitar 38.004 keluarga berisiko.
Menurut dia, stunting tidak hanya disebabkan oleh kurangnya gizi, tetapi juga oleh akses terbatas terhadap air bersih dan fasilitas jamban sehat.
“Untuk itu, pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat melalui lembaga-lembaga seperti PAUD dan Posyandu untuk menangani masalah ini secara komprehensif,” kata Safrina, dalam pertemuan dengan Pelaksana tugas (Plt) Sekda Aceh, Alhudri, Senin (3/3/2025).
Selain persoalan stunting, Safrina juga menyinggung pentingnya pemberdayaan lansia, di tengah persiapan Indonesia menuju usia emas pada tahun 2045. Pemberdayaan lansia sangat krusial agar mereka dapat mandiri secara ekonomi dan sosial.
“Dengan kemampuan yang dimiliki, lansia bisa tetap aktif dan produktif dalam berbagai sektor, baik itu ekonomi, sosial, maupun budaya,” katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Sekda Aceh, Alhudri, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan masyarakat dalam mengatasi masalah kemiskinan dan stunting di Aceh.
“Harus ada kerja sama yang solid. Kami berharap agar keluarga miskin ekstrem dapat naik statusnya, dan yang miskin bisa keluar dari status miskin,” kata Alhudri.
Ia juga menyoroti pentingnya memberikan pemahaman kepada orang tua mengenai penanganan stunting, dengan menekankan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah harus sampai pada anak-anak, bukan hanya kepada orang tua.
“Bantuan itu untuk anak, bukan untuk orang tua yang mengonsumsinya,” katanya.
Alhudri juga menyebutkan bahwa banyak anggaran penanganan stunting saat ini lebih banyak dialokasikan untuk operasional, yang seharusnya digunakan lebih efektif. Untuk itu, ia meminta data yang akurat untuk memastikan bantuan tepat sasaran.
Ia menekankan pentingnya kerja sama dengan aparat di tingkat kecamatan, seperti Babinsa dan Bhabinkamtibmas, yang memiliki pengetahuan lebih mendalam mengenai kondisi masyarakat. Data yang akurat, kata Alhudri, akan sangat membantu dalam menanggulangi kemiskinan dan stunting.
Ia mendorong BKKBN dan Pemda untuk memastikan bahwa data yang digunakan antara kedua pihak tersebut sama, sehingga tidak ada lagi kemiskinan yang tidak tercatat secara riil.
“BKKBN dan Pemda harus memiliki data yang sama agar tidak ada lagi klaim miskin yang tidak benar,” kata dia.
Alhudri juga berbagi pengalamannya saat menjabat sebagai Penjabat Bupati Gayo Lues, di mana ia berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem dari 4.077 menjadi hanya 63 orang dan menurunkan angka stunting sebesar 19,2 persen.
“Perbaiki infrastruktur, ekonomi naik, dan stunting turun. Itulah yang kami buktikan di Gayo Lues,” kata Alhudri.
Alhudri menutup pertemuan dengan memberikan apresiasi kepada BKKBN dan pihak terkait atas kerja sama yang telah terjalin. Ia optimis bahwa dengan kolaborasi yang solid, masalah kemiskinan dan stunting di Aceh dapat diatasi secara efektif dan berdampak jangka panjang.(**)