BERITANANGGROE.com | Sekretaris Jenderal Partai Perjuangan Aceh (PPA), T. Rayuan Sukma, angkat bicara terkait polemik kepemilikan tanah Blang Padang yang hingga kini belum menemui kejelasan. Ia menyampaikan sejumlah catatan historis berdasarkan pengalaman pribadinya saat menjabat di Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh (Dispora), yang dinilainya penting sebagai bahan pertimbangan dalam penyelesaian konflik tersebut.
Dalam keterangannya pada Minggu (6/7/2025), Rayuan mengungkap bahwa saat menjabat sebagai Kepala Dispora Aceh, pihaknya secara rutin mengajukan izin penggunaan lapangan Blang Padang kepada Pemerintah Kota Banda Aceh.
“Setiap kali kami ingin menggunakan lapangan, izin selalu diajukan secara resmi melalui petugas yang ditugaskan di lokasi. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan administratif saat itu berada di bawah Pemko Banda Aceh,” ujarnya.
Rayuan juga mengingat keberadaan bangunan pelataran di tengah lapangan, yang digunakan untuk tamu VIP dalam berbagai acara. Di bawahnya terdapat kamar hunian bagi petugas perwakilan Pemko yang mengatur jadwal penggunaan lapangan. Hal ini, menurutnya, memperkuat bukti bahwa pengelolaan Blang Padang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah kota.
Ia menambahkan, pasca-tsunami Aceh, dirinya diminta langsung oleh Gubernur Aceh saat itu, Irwandi Yusuf, dan Kepala Dinas Perkim Mawardi, untuk membantu memperbaiki kerusakan lapangan tanpa adanya intervensi dari pihak militer.
Namun, Rayuan mengaku terkejut ketika melihat papan bertuliskan “LAPANGAN INI MILIK TNI-AD” terpasang di dekat rumah dinas Wali Kota Banda Aceh. Ia menyebut, saat itu Pangdam dijabat oleh Kolonel Endang Sudrajat.
“Tidak pernah ada informasi sebelumnya yang menunjukkan bahwa TNI-AD memiliki klaim atas lahan itu. Perubahan ini mengejutkan,” ungkapnya.
Rayuan juga mengingat bahwa pada hari terjadinya tsunami, lapangan Blang Padang sedang digunakan untuk lomba lari 10 kilometer yang rutin digelar oleh Dispora Aceh. Kegiatan tersebut, menurutnya, mendapat izin langsung dari Pj Wali Kota Banda Aceh, Drs. Syarifuddin Latif, yang menjadi salah satu korban dalam peristiwa tersebut.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Rayuan menilai terdapat kontradiksi antara pengelolaan lapangan oleh Pemko Banda Aceh di masa lalu dan klaim kepemilikan TNI-AD yang muncul belakangan. Ia mendorong agar Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat meninjau ulang status tanah tersebut secara objektif dan menyeluruh.
PPA, lanjutnya, mendukung penyelesaian polemik ini secara adil dan terbuka, dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk unsur ulama.
“Kami menyarankan agar Gubernur Aceh dan Presiden RI mengikutsertakan ulama sebagai mediator demi menjaga ketenangan dan nilai-nilai keislaman masyarakat Aceh,” tegasnya.
Rayuan menegaskan bahwa penyelesaian status tanah Blang Padang tidak hanya penting dari sisi hukum, tetapi juga berdampak pada psikologis masyarakat dan marwah institusi di Aceh.
“Ini bukan sekadar persoalan tanah, tetapi menyangkut harga diri Aceh dan pentingnya menjaga transparansi dalam pengelolaan aset publik,” pungkasnya.(**)